Huruf dasar (AKSARA)
Urutan dasar aksara Jawa banyak dikenal orang karena berisi suatu
"cerita":
Hana Caraka (Terdapat Pengawal)
Data Sawala (Berbeda Pendapat)
Padha Jayanya (Sama kuat/hebatnya)
Maga Bathanga (Keduanya mati).
Bagi mereka yang kurang mengenal bahasa Jawa, diperlukan sedikit
catatan.
- /d/, /ɖ/, /j/, /b/, dan /g/ pada bahasa Jawa selalu dibunyikan
meletup (ada hembusan h); ini memberikan kesan "berat" pada aksen Jawa.
- ha, mewakili fonem /a/ dan /ha/. Bila aksara ini terletak di
depan suatu kata, akan dibaca /a/. Aturan ini tidak berlaku untuk nama
atau kata bahasa asing (selain bahasa Jawa).
- da dalam penulisan latin dipakai untuk /d/ dental dan meletup
(lidah di belakang pangkal gigi seri atas dan diletupkan). /d/ ini
berbeda dari bahasa Indonesia/Melayu.
- dha dalam penulisan Jawa latin dipakai untuk /ɖ/
(d-retrofleks). Posisi lidah sama dengan /d/ bahasa Melayu/Indonesia
tetapi bunyinya diletupkan.
- tha dalam penulisan Jawa latin dipakai untuk /ʈ/
(t-retrofleks). Posisi lidah sama seperti /d/ tetapi tidak diberatkan.
Bunyi ini mirip dengan bila orang beraksen Bali menyuarakan 't'.
Aksara
Jumlah
aksara / huruf
pada hanacaraka berjumlah 20 buah tampak pada gambar berikut.
|
|
|
|
Hanacaraka gaya Jawa, aksara-aksara dasar |
Hanacaraka gaya Bali, aksara-aksara dasar |
== Makna Huruf ==
 |
. |
Ha Hana hurip wening suci - adanya hidup adalah kehendak dari
yang Maha Suci
Na Nur candra, gaib candra, warsitaning candara - pengharapan
manusia hanya selalu ke sinar Illahi
Ca Cipta wening, cipta mandulu, cipta dadi - arah dan tujuan
pada Yang Maha Tunggal
Ra Rasaingsun handulusih - rasa cinta sejati muncul dari cinta
kasih nurani
Ka Karsaningsun memayuhayuning bawana - hasrat diarahkan untuk
kesajeteraan alam
Da Dumadining dzat kang tanpa winangenan - menerima hidup apa
adanya
Ta Tatas, tutus, titis, titi lan wibawa - mendasar, totalitas,
satu visi, ketelitian dalam memandang hidup
Sa Suram ingsun handulu sifatullah - membentuk kasih sayang
seperti kasih Tuhan
Wa Wujud hana tan kena kinira - ilmu manusia hanya terbatas
namun implikasinya bisa tanpa batas
La Lir handaya paseban jati - mengalirkan hidup semata pada
tuntunan Illahi
Pa Papan kang tanpa kiblat - Hakekat Allah yang ada disegala
arah
Dha Dhuwur wekasane endek wiwitane - Untuk bisa diatas tentu
dimulai dari dasar
Ja Jumbuhing kawula lan Gusti - Selalu berusaha menyatu
memahami kehendak-Nya
Ya Yakin marang samubarang tumindak kang dumadi - yakin atas
titah/kodrat Illahi
Nya Nyata tanpa mata, ngerti tanpa diuruki - memahami kodrat
kehidupan
Ma Madep mantep manembah mring Ilahi - yakin/mantap dalam
menyembah Ilahi
Ga Guru sejati sing muruki - belajar pada guru nurani
Ba Bayu sejati kang andalani - menyelaraskan diri pada gerak
alam
Tha Tukul saka niat - sesuatu harus dimulai dan tumbuh dari
niatan
Nga Ngracut busananing manungso - melepaskan egoisme pribadi
manusia.
Pasangan
Jika Carakan / aksara Jawa lebih bersifat silabis (kesukukataan),
bagaimana Carakan bisa menuliskan huruf mati. Hal ini bisa dijawab
dengan adanya pasangan. Pasangan memiliki fungsi untuk menghubungkan
suku kata yang tertutup (diakhiri) konsonan dengan suku kata berikutnya.
Sebagai contoh kata "banda" yang bila dipisahkan menurut silabiknya
adalah "ban" dan "da". Suku kata yang pertama suku kata ban. Untuk
menuliskan ban ini pertama-tama adalah dengan menuliskan aksara Ba
terlebih dahulu. Kemudian menuliskan aksara Na karena aksara Na mewakili
dua buah huruf latin yakni N dan A sehingga kita tidak bisa langsung
menuliskan aksara da. Untuk mematikan huruf Na, maka kita harus
menuliskan bentuk pasangan da.
Bentuk pasangan disebutkan memiliki fungsi untuk menghubungkan suku
kata yang tertutup konsonan dengan suku kata berikutnya. Artinya bahwa
huruf yang diikuti pasangan akan dimatikan sehingga menjadi konsonan.
Pada kasus di atas aksara Na diikuti pasangan Da yang berarti Na akan
dibaca sebagai N.
Semua aksara pokok yang ada di Carakan memiliki pasangannya
masing-masing. Bentuk pasangan ini ada yang dituliskan di bawah dan ada
juga yang di atas sejajar dengan aksara.
Bentuk-bentuk pasangan itu adalah:
| ha |
na |
ca |
ra |
ka |
 |
 |
 |
 |
 |
| da |
ta |
sa |
wa |
la |
 |
 |
 |
 |
 |
| pa |
dha |
ja |
ya |
nya |
 |
 |
 |
 |
 |
| ma |
ga |
ba |
tha |
nga |
 |
 |
 |
 |
 |
Aksara Murda
Kegunaan Aksara Murda
Pada aksara hanacaraka memiliki bentuk murda (hampir setara dengan
huruf kapital) yang seringkali digunakan untuk menuliskan kata-kata yang
menunjukkan
- Nama Gelar
- Nama Diri
- Nama Geografi
- Nama Lembaga Pemerintah
- Dan Nama Lembaga Berbadan
(Kata-kata dalam Bahasa Indonesia yang menunjukkan hal-hal diatas
biasanya diawali dengan huruf besar atau kapital. Untuk itulah pada
perangkat lunak ini kita gunakan huruf kapital untuk menuliskan aksara
murda atau pasangannya)
Aksara
Murda dan Pasangannya
Sebagai catatan mengenai aksara murda ini bahwa tidak semua aksara
yang ada di Hanacaraka memiliki bentuk Murdanya. Aksara murda dalam
Hanacaraka hanya berjumlah 7 buah. Bentuk Murda dalam hanacaraka juga
memiliki bentuk pasangan yang memiliki fungsi sama dengan pasangan dalam
aksara Jawa.
Bentuk Aksara Murda serta Pasangan Murda
Aturan Pengunaan
Untuk aturan penulisan Aksara murda ini hampir sama dengan penulisan
aksara-aksara pokok di Hanacaraka, ditambah dengan beberapa aturan
tambahan yakni :
- Murda tidak dapat dipakai sebagai sigeg (konsonan penutup suku
kata).
- Bila ditemui aksara murda menjadi sigeg, maka dituliskan bentuk
aksara pokoknya.
- Bila dalam satu kata atau satu kalimat ditemui lebih dari satu
aksara murda, maka ada dua aturan yang dapat dipergunakan yakni dengan
menuliskan aksara murda terdepannya saja, atau dengan menuliskan
keseluruhan dari bentuk aksara mudra yang ditemui.
Contoh
Pemakaian Aksara Murda
Untuk melengkapi aturan penggunaan aksara murda ini, contoh berikut
bisa digunakan sebagai acuan untuk menuliskan Aksara Murda.
Aksara Swara
Kegunaan Aksara Swara
Aksara Swara sebagaimana aksara Murda memiliki fungsi dan kegunaan
tertentu. Aksara Swara dalam penulisan Hanacaraka digunakan untuk
menuliskan aksara vokal yang menjadi suku kata, terutama yang berasal
dari bahasa asing, untuk mempertegas pelafalannya.
Bentuk Aksara Swara
Aksara Swara tidak seperti aksara-aksara yang lain. Aksara ini tidak
dilengkapi dengan bentuk pasangan. adapun bentuk Aksara Swara ini adalah
sebagai berikut :
Aturan
Penulisan Aksara Swara
Dalam menuliskan Aksara Swara, diikuti aturan penulisan aksara swara
sebagai berikut :
- Aksara swara tidak dapat dijadikan sebagai aksara pasangan.
- Bila aksara swara menemui sigegan (konsonan pada akhir suku kata
sebelumnya), maka sigegan itu harus dimatikan dengan pangkon.
- Aksara swara dapat diberikan sandangan wignyan, layar, cecak, suku,
wulu dan lainnya.
Contoh
Penggunaan Aksara Swara
Untuk melengkapi aturan penggunaan aksara murda ini, contoh berikut
bisa digunakan sebagai acuan untuk menuliskan Aksara Murda.
Contoh:
Aksara Rekan
Kegunaan Aksara Rekan
Perlu diakui bahwa bentuk-bentuk huruf yang ada di dalam Hanacaraka
tidak dapat memenuhi kebutuhan dalam penulisan kata-kata dari manca
negara. Sebagai salah satu bentuk asimilasi budaya ini, maka dibentuklah
aksara rekan yang pada perkembangannya lebih banyak dipengaruhi oleh
bahasa arab.
Aksara rekan digunakan untuk menuliskan aksara konsonan pada
kata-kata asing yang masih dipertahankan seperti aslinya.
Bentuk
Aksara Rekan dan Pasangan Rekan
Aksara Rekan dalam Hanacaraka ada 5 buah, yang kesemuanya memiliki
bentuk pasangan. Adapun bentuk aksara dan pasangan rekan itu digambarkan
di bawah ini:
Untuk menggunaan Aksara Rekan beserta pasangannya diikuti aturan
sebagai berikut :
- Aksara rekan dapat menjadi pasangan
- Aksara rekan dapat diberikan pasangan
- Aksara rekan juga dapat diberikan sandangan sebagaimana
aksara-aksara yang ada dalam Hanacaraka.
Contoh
Penggunaan Aksara Rekan
Berikut ini adalah daftar aksara rekan dan aksara pasangannya yang
dilengkapi dengan contoh penggunaan masing-masing aksara.
Alasan
dipakainya sandangan
Sandangan adalah tanda yang dipakai sebagai pengubah bunyi di dalam
tulisan Jawa. Di dalam tulisan jawa, aksara yang tidak mendapat
sandangan diucapkan sebagai gabungan anatara konsonan dan vokal a. Vokal
a di dalam bahasa Jawa mempunya dua macam varian, yakni / / dan /a/.
- Vokal a dilafalkan seperti o pada kata bom, pokok, tolong, tokoh doi
dalam bahasa Indonesia, misalnya :
- Vokal a dilafalkan /a/, seperti a pada kata pas, ada, siapa, semua
di dalam bahasa Indonesia, misalnya :
Sandangan di dalam aksara jawa dapat dibagi menjadi tiga golongan
yakni sebagai berikut :
- Sandangan Bunyi Vokal (Sandhangan Swara)
- Sandangan Konsonan Penutup Suku Kata (Sandhangan Panyigeging Wanda)
- Sandangan Gugus Konsonan
Sandangan bunyi vokal
Sandangan bunyi vokal ada lima buah. Adapun bentuk dari sandangan
bunyi vokal ini adalah :
Pemakaian Sandangan
Wulu
Sandangan Wulu dipakai untuk melambangkan vokal ( i ) di dalam suatu
suku kata. Sedangkan wulu ditulis di bagian atas akhir suatu aksara.
Apabila selain wulu juga terdapat sandangan yang lain, maka sandangan
wulu digeser sedikit ke kiri.
Pemakaian Sandangan
Suku
Penulisan sandangan suku dapat dituliskan dalam dua keadaan yaitu :
- Penulisan sandangan suku pada aksara. Sandangan suku dipakai untuk
melambangkan bunyi vokal u yang bergabung dengan bunyi konsonan di dalam
suatu suku kata, atau vokal U yang tidak dituliskan dengan aksara
swara.Sandangan suku dituliskan serangkai di bagian bawah akhir aksara
yang mendapatkan sandangan itu.
- Penulisan sandangan suku pada pasangan. Sandangan suku pada pasangan
dituliskan mengikuti letak penulisan pasangan itu. Letak sandangan
sukunya sendiri tetap berada pada bagian bawah akhir dari pasangan.
Apabila sandangan suku mengikuti pasangan aksara (ka), (ta), atau (la),
maka pasangan ini harus dirubah dulu ke dalam bentuk aksara pokoknya
dahulu, baru kemudian diberikan sandangan suku.
Pemakaian Sandangan
Pepet
Kegunaannya untuk dipakai untuk melambangkan vokal e di dalam suatu
suku kata.
Aturan penulisan sandangan pepet tertera sebagai berikut:
- Sandangan pepet ditulis di bagian atas akhir aksara.
- Apabila selain pepet juga terdapat sandangan layar, maka sandangan
pepet digeser sedikit ke kiri dan sandangan layar ditulis di sebelah
kanan pepet.
- Apabila selain pepet juga terdapat sandangan cecak, maka sandangan
pepet digeser sedikit ke kiri dan sandangan cecak ditulis di dalam
pepet.
- Penempatan sandangan pepet pada aksara yang mendapatkan pasangan
dituliskan sesuai dengan aturan di atas, kecuali untuk aksara yang
mendapatkan pasangan yang dituliskan di atas seperti sandangan (ha),
(sa), dan (pa). Untuk aksara yang mendapatkan pasangan ini, maka
penulisan pepet berada di atas pasangannya.
Pengecualian: Sandangan pepet tidak dipakai untuk menuliskan
suku kata re dan le yang bukan sebagai pasangan. Sebab suku kata re dan
le yang bukan pasangan dilambangkan dengan tanda pacerek (re) dan Nga
lelet (le).
Pemakaian Sandangan
Taling
Sandangan taling dipakai untuk melambangkan bunyi vokal e atau e yang
tidak ditulis dengan aksara swara E yang bergabung dengan bunyi
konsonan di dalam suatu suku kata. Sandangan taling ditulis di depan
aksara yang dibubuhi sandangan itu.
Catatan: Untuk membedakan penggunaan sandangan pepet dengan
taling, maka dalam perangkat lunak ini gunakan:
- e (kecil) untuk penulisan sandangan pepet
- E (besar) untuk penulisan sandangan taling
Pemaikaian
Sandangan Taling Tarung
Sandangan taling tarung dipakai untuk melambangkan bunyi vokal O yang
tidak dituliskan dengan aksara swara di dalam suatu suku kata. Untuk
Sandangan taling tarung dituliskan mengapit aksara yang dibubuhi
sandangan itu.
Sandangan taling tarung untuk aksara pasangan di tuliskan mengapit
aksara yang dimatikan (yang menjadi sigeg). Untuk aksara pasangan yang
ada di atas seperti pasangan (ha), (sa), dan (pa), maka taling ditaruh
didepan aksara sigeg, sedangkan tarung ditaruh di belakang aksara
pasangan. Sandangan
penutup suku kata
Sandangan penutup suku kata ada 4 buah.
Pemakaian
Sandangan Wignyan
Sandangan wignyan adalah pengganti sigegan ha (konsonan ha di akhir
suku). Penulisan wignyan diletakkan di belakang aksara yang dibubuhi
sandangan itu.
Pemakaian Sandangan
Layar
Hampir sama dengan sandangan wignyan, sandangan layar digunakan untuk
pengganti sigegan ra (konsonan ra di akhir suku). Penulisan layar
ditulis dibagian atas akhir aksara yang mengikuti.
Pemakaian Sandangan
Cecak
Sandangan cecak digunakan untuk menuliskan sigegan ng (sepasang
konsonan nga di akhir suku kata). ada tiga buah kondisi dalam menuliskan
sandangan cecak, yakni :
- Sandangan cecak ditulis di atas aksara. Sandangan cecak dituliskan
menurut aturan ini bila menemui keadaan aksara yang diikuti tidak
memiliki sandangan di atas aksara selain dirinya.
- Sandangan cecak ditulis di atas aksara belakang sandangan wulu. Apa
bila sandangan cecak mengikuti sandangan wulu, maka sandangan cecak
dituliskan di belakang sandangan wulu.
- Sandangan cecak ditulis di atas aksara di dalam pepet. Sandangan
cecak ( ) apabila mengikuti sandangan pepet (), maka penulisan cecak di
taruh di dalam sandangan pepet. Dalam keadaan ini kedua sandangan
penulisannya adalah sebagai berikut : ().
Pemakaian
Sandangan Pangkon
Tidak seperti ketiga sandangan sebelumnya, sandangan pangkong
memiliki beberapa fungsi. Fungsi-fungsi itu adalah :
- Sandangan pangkong dipakai sebagai penanda bahwa aksara yang
dibubuhi sandangan pangkon itu merupakan aksara mati, aksara penutup
suku kata, atau aksara penyigeging wanda. Sandangan pangkong ditulis di
belakang aksara yang di bubuhi sandangan itu.
- Sandangan pangkon dapat juga dipakai sebagai pembatas bagian kalimat
atau rincian yang belum selesai, senilai dengan pada lingsa, atau tanda
koma (,) di dalam ejaan latin, di samping untuk mematikan aksara. Pada
kasus ini pangkong berfungsi ganda.
-
- bapak macul, aku angon sapi, adhiku dolanan ijen.
- Sandangan pangkon dapat ditulis untuk menghindarkan penulisan aksara
yang bersusun lebih dari dua tingkat.
-
- benik klambi
Sandangan gugus
konsonan
Gugus konsonan adalah kumpulan dari dua konsonan dalam Hanacaraka
yang akan membentuk suatu suku kata. sebagai contoh kraton yang dapat
dipisah menjadi kra-ton. suku kata kra memiliki gugus konsonan kr. Di
dalam Hanacaraka ada lima buah gugus konsonan yang digunakan dalam
bentuk sandangan.
Sandangan Cakra
Sandangan cakra merupakan penanda gugus konsonan yang unsur
terakhirnya berwujud konsonan r. Tanda cakra ditulis serangkai di bawah
bagian akhir aksara yang diberi tanda cakra itu.
Aksara yang sudah diberikan cakra dapat diberikan sandangan lagi
selain sandangan cakra, cecak, cakra la, cakra wa. Dan apa bila
sandangan itu adalah pepet, maka sandangan cakra dan pepet ditulis
menjadi cakra keret.
Sandangan Cakra Keret
Sandangan Cakra Keret dipakai untuk melambangkan gugus konsonan yang
berunsur akhir konsonan r dengan diikuti vokal e pepet. Dengan kata lain
cakra keret digunakan sebagai ganti tanda cakra yang mendapatkan
penambahan sandangan pepet. Tanda cakra keret ditulis serangkai di bawah
bagian akhir aksara yang diberikan tanda keret itu.
Sandangan Pengkal
Sandangan Pengkal dipakai untuk melambangkan konsonan y yang
bergabung dengan konsonan lain di dalam suatu suku kata. Tanda pengkal
ditulis serangkai di belakang aksara yang diberi tanda pengkal.
Singkatan atau akronim
Singkatan adalah kependekan bentuk (kata atau kelompok kata) yang
berupa huruf atau gabungan huruf, baik yang dilafalkan huruf demi huruf
ataupun yang tidak. Sedangkan Akronim adalah kependekan yang berupa
gabungan huruf atau suku kata atau bagian lain yang ditulis dan
dilafalkan sebagai kata yang wajar.
Singkatan dan akronim itu lazimnya dibuat berdasarkan atas tulisan
beraksara latin. Untuk singkatan yang tidak dapat diucapkan sebagai mana
layaknya sebuah kata, maka penulisannya adalah seperti apa yang terucap
dari singkatan itu. Sedangkan akronim yang bisa diucapkan sebagai kata,
maka dituliskan sebagai mana layaknya sebuah kata.
Untuk menuliskan singkatan pada perangkat lunak ini, gunakan huruf
besar semua. contoh : PPKI, PPPK, MPR, DPR dan lain sebagainya
Angka dan lambang
bilangan
- Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Angka
jawa adalah sebagai berikut
- Angka dipakai untuk menyatakan angka dipakai untuk menyatakan (i)
Ukuran panjang, berat, luas, dan isi, (ii) satuan waktu, (iii) nilai
uang, dan (iv) kuantitas. Penulisan angka untuk kasus ini dilakukan
dengan mengapitkan tanda pada pangkat di awal dan di akhir penulisan
angka.
Contoh :
- Dawane 35 cm.
- Bobotku 65 kilogram.
Untuk menuliskan satuan dari suatu bilangan, maka satuan itu bisa
dituliskan dalam bentuk kata lengkapnya. sebagai contoh kilogram, meter,
kilometer, dan sebagainya.
Pada Perangkat lunak ini juga mendukung perubahan bentuk huruf dari
bentuk satuan (tidak normal) ke bentuk pengucapannya. Adapun dukungan
satuan/besaran yang ditangani yakni :
Tabel tak normal dan kata normal.
Tanda baca
Dalam Hanacaraka terdapat pula tanda-tanda baca yang digunakan dalam
penulisan kalimat, paragraf dan lainnya. Bentuk tanda baca yang
ditangani dalam perangkat lunak ini ada 4 buah yakni :
Adeg adeg dipakai di depan kalimat pada tiap-tiap awal alinea.
Pada lingsa dipakai pada akhir bagian kalimat sebagai tanda intonasi
setengah selesai. Tanda ini hampir setara dengan penggunaan koma(,).
Contoh: wong gedhe, dhuwur, lan pakulitane ireng.
Pada lungsi dipakai pada awal suatu kalimat. Tanda ini hampir setara
dengan titik.
Contoh: wis meh jam telu esuk, sumini durung bisa turu. pikirane
goreh. goreh amarga mikirna bojone kang wis telung dina iki durung
mulih.
- Pada Pangkat
- Pada pangkat dipakai pada akhir pernyataan lengkap jika diikuti
rangkaian atau pemerian. Contoh: aku arep tuku bala pecah : mangkok,
piring, lan gelas.
- Pada pangkat dipakai untuk mengapit angka. Contoh: Ibu mundhut emas
75 gram.
- Pada pangkat dipakai untuk mengapit petikan langsung. Contoh: Ibu
ngendika, "sapa kancamu"